Mencari Pacar Lewat Cerpen? Kenapa Tidak?


Saya sering mencari duit dengan berbagai cara sewaktu sekolah. Salah satunya adalah lewat menulis cerpen. Hal ini saya temukan secara tak sengaja. Awalnya saya tidak pernah terpikir mencari uang dengan cara ini.

Waktu itu saya mempunyai teman yang sedang suka dengan salah seorang temannya. Satu sekolah, tetapi beda kelas. Begitu jatuh cintanya, nilai pelajarannya turun (lebay, nggak, sih?) Suatu ketika dia mendatangi saya. Dia bilang dia cinta banget dengan cewek itu (ceweknya memang cakep banget). Yang menjadi masalah bagi teman saya, cewek ini adalah idola di sekolah kami. Kaya. Konon, cowok yang ngajak dia keluar harus bawa mobil. Pernah seorang cowok nekat membawa motor. Si Ayah bilang, “Maaf, ya. Kalau kamu ngajak A keluar, kamu harus pake mobil.”

Si Cewek ini bukan cewek belagu. Bahkan (menurut saya), untuk ukuran cewek secantik dia, cewek ini terlalu bersahaja. Hanya saja orangtuanya pernah kehilangan anak sewaktu adik cewek ini berumur SD, maka wajar jika orangtuanya tidak ingin kehilangan dia.

Teman saya meminta bantuan saya. Anggap saja nama dia Bobi, dia berjanji pada saya, jika saya dapat membantunya, dia akan memberi saya apa saja. Saya menyanggupi. Tapi agak menyesal. Gimana caranya membantu dia, sementara saya saja belum punya pacar.

Sampai tiga kali dia menagih janji pada saya. Dan saya makin bingung. Malam harinya, di saat ke-empat kalinya dia menagih, tiba-tiba timbul ide pada saya. Saya tahu cewek ini suka sekali membaca cerpen karena sering melihat dia membawa majalah cerpen yang terkenal saat itu.

Saya menuju meja dan mulai mengetik dengan mesin ketik (Saat itu komputer masih barang langka). Saya mengheningkan diri, membayangkan apabila diri saya yang sedang jatuh cinta pada dia—apa yang saya lakukan? Saya membayangkan rindu yang begitu dalam. Kesakitan saat berada jauh dari pusat cinta. Ajaib, jantung saya berdetak tak karuan. Keringat dingin menetes dan dada ini benar-benar sakit. Kecemburuan saat membayangkan ada seorang cowok mendekatinya. Sakaw. Mungkin ini yang dirasakan saat seseorang begitu bersatu dari yang dicintainya. Saya langsung menuliskan apapun yang saya pikirkan. Dalam waktu empat jam, sebuah cerpen berhasil saya buat. Saya membaca kembali..kembali..kembali dan kembali sebelum menyerahkan pada teman saya.

“Lho, kok cerpen?”

“Iya. Ini yang aku maksudkan dengan cara membantu kamu. Kamu bilang sebentar lagi dia ulangtahun, nah kasih dia pi ini.”

“Gila, lho, Ta. Dikasih coklat yang tinggal dimakan aja belum tentu diterima. Eh, ini dikasih cerpen. Berarti dia harus baca, kan? Emang apa alasan dia mau baca cerpen segini banyaknya?”

“Gini, aja, Bob. Kamu kasih cerpen ini atas namamu atau aku kasih cerpen ini atas namaku?”

Saya melihat keraguan di wajah Bobi. Jelas tantangan saya membuat dia grogi saat saya meninggalkan dia. Benar-benar kesal waktu itu. Sudah susah-sudah dibuatin, masih aja belum terima. Ya, udahlah. Kalau gagal yang rugi dia, bukan saya. Masa bodoh.

Bulan berikutnya saya mendengar kasak-kusuk kalau dia jadian dengan cewek ini. Tapi saya tengsion banget nanyain ini. Jadi saya diam saja.

Sewaktu perpisahan sekolah Bobi datang mendekati saya. Bobi berterima kasih pada saya. Gara-gara cerpen saya, gadis itu menerima cinta teman saya. Bobi meminta maaf pada saya apabila dia menjauhi saya. Bobi tahu, saya punya kunci hati cewek ini. Lewat kunci ini dia membuka hati cewek itu lewat cerpen saya, karena itu Bobi takut cewek itu dekat dengan saya dan jatuh cinta pada saya. Bobi berusaha selama masa bersekolah, ia menjauhkan segala kesempatan cewek ini dekat dengan saya. Asem benar, kamu Bob, umpat saya dalam hati.

Saya sebenarnya tak sabar ingin menggambarkan kebaikan dan kecantikan gadis ini di artikel ini (Jujur saya akui bahwa saya… eh, enggak ding), tapi takutnya itu mengungkapkan jati dirinya. He…he…he… Bukan karena apa-apa. Tapi cewek ini memang pantas dikagumi, Bobi beruntung banget ngedapetin dia.

Satu hal yang dapat saya pelajari dari hal ini. Cerita yang ditulis dengan hati bisa dirasakan oleh pembaca. Sebaliknya, kepura-pura-an akan kentara terdeteksi dalam getaran jiwa suatu cerita. Alamiah, reaksi normal dari manusia, kata-kata yang ada dalam sebuah cerita akan membuat cerita bukan saja rangkaian kata-kata, namun jiwa yang hidup. Jangan heran jika menemui pencipta puisi atau pengarang novel terlihat sombong. Mereka sering terlihat diam. Menyendiri. Atau butuh tempat khusus. Mereka bukan egois, tetapi sedang merenungkan kedalaman sebuah hati.

6 responses to “Mencari Pacar Lewat Cerpen? Kenapa Tidak?

  1. Itu kalau bobi nggak mau pakai cerpen bisa2 tuh cewek diambil sendiri tuh mas? Kan udah pegang kunci hehe apalagi katanya juga…eh nggak ding 😀

    Disukai oleh 1 orang

  2. begitu ya.. 😀

    Suka

  3. bobi endingnya gimana tuh mas, merit gak tuh ma pacarnya? hehe jd penasaran.

    Suka

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.